12/02/2007

Safari historik LSB-NU

Sabtu, 01 Desember 2007 LSB-NU bekerjasama dengan Komunitas Kutu Kupretz Kairo kembali mengadakan Long March Safari Historik sekaligus sebagai penutupan kegiatan termin I. Long march kali ini dimulai dari Maydan Shalahuddin. Rombongan berangkat dari kantor sekretariat PCI NU Mesir sekitar pukul setengah 11 siang. Dari mahattah bawabah 3, rombongan naik bus mini jurusan Sayyidah 'Aisyah. Dari mahattah Sayyidah 'Aisyah rombongan mulai ngupretz (jalan kaki) menuju kawasan masjid Sultan Hasan. Sambil menunggu salah satu peserta ngupretz yang berangkat lewat Madinah el Bu'uts, sebagian temen2 foto2 disekitar masjid Sultan Hasan sambil mendengarkan sejarah berdirinya bangunan dan kisah2nya yang disampaikan koordinator LSB-NU yang akrab disapa Gus Mumu.

Masjid Sultan Hasan ini dibangun pada tahun 1356 H. Pada zaman pemerintahan Mameluk sering dijadikan sebagai sarang pemberontak. Karenanya pada masa itu Masjid ini sempat akan dihancurkan. Didalam masjid ini terdapat makam salah satu putra Sultan Hasan yakni Raja Farouq. Masjid Sultan Hasan ini berdampingan dengan Masjid Rifa'i dan berhadapan dengan salah satu sisi benteng Shalahuddin al Ayyubi.
Dari Masjid Sultan Hasan rombongan meneruskan perjalanan ke lokasi Sabil Kuttab Sultan Qaytbay. Sabil Kuttab adalah suatu tempat yang digunakan untuk minum-minum atau peristirahatan para pelancong yang melewati kawasan itu. Pada zaman dulu, para raja atau penguasa berlomba-lomba membangun masjid, madrasah atau sabil kuttab.
Dari lokasi Sabil Kuttab Sultan Qaytbay, rombongan menuju lokasi Masjid dan Madrasah Qanybay al Muhammadi yang jaraknya tidak begitu jauh dari lokasi Sabil Kuttab Sultan Qaytbay. Ke arah lurus ke depan, rombongan sampai di lokasi Khanqah dan Masjid Amir Shaykhu. Khanqah adalah suatu tempat peristirahatan untuk kaum sufi. Khanqah ini di bangun oleh Amir Shaykhu salah satu menteri di zaman pemerintahan Mameluk. Khanqah ini hanya berupa bangunan dengan ruang-ruang seperti kamar yang digunakan oleh kamu sufi bermeditasi atau beristirahat.
Dari lokasi Khanqah dan Masjid Amir Shaykhu, rombongan menuju Sabil Ummu Abbas. Kondisi bangunan Sabil Ummu Abbas sangat tidak terawat dan sepertinya tidak difungsikan lagi. Ornamen di dinding dan jendela2 Sabil Ummu Abbas menggunakan ornamen ala Turki.
Dari lokasi Sabil Ummu Abbas, rombongan menuju lokasi gedung Zawiyat dan Khanqah Aydakin al Bunduqdary. Zawiyat adalah salah satu tempat yang digunakan kaum sufi untuk menari ala sufi (tarian sufi). Didalam gedung Zawiyat juga terdapat makam Aydakin al Bunduqdary. Ruangannya hanya berupa ruang berbentuk segi empat tanpa ornamen apapun di jendela maupun dindingnya. Dan hampir semua bangunan Khanqah maupun Zawiyat tidak ditemukan ornamen-ornamen dalam bentuk apapun. Mungkin ini juga sebagai tanda bahwa kaum sufi meninggalkan semua hal-hal yang berbau hiasan duniawi.
Dari lokasi Zawiyat dan Khanqah Aydakin al Bunduqdary, rombongan menuju kawasan lokasi Masjid, Madrasah dan Makam Amir Taghri Bardi. Darisana rombongan meneruskan perjalanan melewati masjid yang hampir tak terawat dan ternyata memiliki nilai sejarah. Masjid ini adalah milik Lasyin al Sayfy, adalah seseorang yang ikut dalam perang Qolawun dan bersumpah kalau dia selamat dalam peperangan tersebut, dia akan merenovasi Masjid Ibn Thoulun. Dan ternyata dia melaksanakan sumpahnya. Kubah ditengah Masjid Ibn Thoulun yang digunakan sebagai tempat wudlu direnovasi olehnya, karena kubah tersebut sudah mengalami kerusakan yang cukup parah dan dikhawatirkan ambrol.
Dari Masjid Lasyin al Sayfy, rombongan menuju masjid tertua di Afrika yaitu Masjid Ibn Thoulun. Disana rombongan melaksanakan sholat dhuhur kemudian dilanjutkan dengan foto2 bersama dari berbagai sudut Masjid Ibn Thoulun. Masjid Ibn Thoulun terletak di komplek kota kuno Qata'i, salah satu kota kuno pada masa kejayaan Islam. Selain kota kuno Qata'i, Fusthath (daerah kawasan Masjid Amr bin 'Ash) juga termasuk kawasan kota kuno.
Bangunan Masjid Ibn Thoulun sudah banyak mengalami renovasi ataupun restorasi yang disebabkan oleh terjadinya kebakaran dan penimbunan debu pada bangunan-bangunan masjid. Tapi hingga memasuki usianya yang ke 500, bentuk bangunan masjid Ibn Thoulun masih asli tanpa perubahan bentuk sama sekali. Yang mengalami perubahan mungkin hanya ornamen-ornamen yang sudah terkikis oleh debu ataupun kubah ditempat wudlu yang bukan kubah asli lagi karena telah lapuk dan hampir ambrol.
Beberapa orang peserta rombongan naik ke menaranya. Darisana pemukiman Mesir tampak begitu mungil. Cukup mengerikan ternyata berada diujung menara yang tangganya melingkar mengikuti model tangga menara di Iraq.
Selesai berpose diberbagai sudut kawasan masjid Ibn Thoulun, rombongan melanjutkan perjalanan menuju kawasan Madrasah dan Makam Sarghatmish. Sarghatmish ini adalah salah satu orang kepercayaan dan pengasuh Sultan Hasan. Sultan Hasan naik tahta pada usia muda yaitu 17 tahun. Dan atas bimbingan Sarghatmish inilah Sultan Hasan dapat menjalankan tugas-tugasnya sebagai raja. Namun di akhir hayatnya, ternyata Sarghatmish harus menjalani hukuman penjara karena dijebloskan oleh Sultan Hasan sendiri. Madrasah dan Makam Sarghatmish ini digunakan juga sebagai tempat penyebaran madzhab Hanafi. Masa pemerintahan Sultan Hasan memang cukup memberi kebebasan pada perkembangan empat madzhab.
Tidak seberapa jauh dari lokasi Madrasah Sarghatmish, terdapat komplek gedung Masjid, Khanqah dan Makam Amir Salar dan Amir Gawly. Kedua Amir ini bermadzhab Syafi'i dan masjidnya digunakan sebagai tempat penyebaran madzhab Syafi'i. Pada bangunan Masjid, Khanqah dan makam kedua Amir ini terdapat ornamen ala Turki, karena kedua Amir ini pernah menjadi deputi atau gubernur di Turki pada masa Sultan Hasan.
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan lagi menuju tujuan akhir yakni Masjid Sayyidah Zainab. Sayyidah Zainab adalah cucu Nabi Muhammad dari Sayyidah Fathimah dan Sayyidina Ali. Dalam perjalanan menuju Masjid Sayyidah Zainab, rombongan menemukan salah satu bangunan kuno bertuliskan Sabil Yusuf Bek. Namun kondisi bangunan tersebut sangat memprihatinkan. Sampah berserakan dimana-mana, dan sepertinya memang lokasi tersebut di biarkan begitu saja tanpa ada perawatan. Bisa diketahui sebagai salah satu peninggalan bersejarah, terlihat dari papan yang dipasang di salah satu temboknya.
Dari lokasi Sabil Yusuf Bek, rombongan beristirahat sejenak disalah satu math'am yang cukup sederhana. Dengan memesan menu ega (tho'miyah yang dilapisi telor kemudian digoreng) seharga 3 1/2 Le perporsi, rombongan menikmati istirahat pada sore hari itu.
Selesai beristirahat dan mengisi perut, rombongan melanjutkan perjalanan ke Masjid Sayyidah Zaenab. Selesai melaksanakan sholat ashar, anggota rombongan putri (Mery, Lely dan Jihan) ziarah ke makam Sayyidah Zainab. Setelah ziarah, rombongan langsung menuju mahattah pemberhentian bus untuk pulang menuju HayAsyeer (sekretariat PCI-NU). Selama menunggu kedatangan bus, Gus Mumu sedikit bercerita tentang sejarah dari Masjid Sayyidah Zaenab tersebut. Masjid ini didirikan sebagai penghormatan atas kedatangan Sayyidah Zaenab yang saat itu ingin mencari tempat perlindungan setelah terjadinya perang Karbala pada zaman pemerintahan Yazid Bin Mu'awiyah. Sempat terjadi perenovasian yang dilakukan oleh beberapa penguasa pada masa itu.
Rombongan kemudian pulang dengan menggunakan bus 65 putih. Masuk waktu maghrib, rombongan tiba kembali di sekretariat PCI-NU dengan selamat.

Tidak ada komentar: